Senin, 02 Mei 2016

Suka Susu Mama 02

Perbuatan inipun terus berlanjut setiap harinya. Mama pasti akan selalu datang ke kamarku tiap malam untuk menyusuiku. Dia masih terus membawa Shita. Waktu itu pernah aku dan Shita sama-sama menyusu pada mama. Aku di buah dada yang satu, Shita dibuah dadanya yang satunya lagi. Mama sering gemas padaku karena seperti tak mau kalah dengan adikku yang masih bayi itu, padahal aku sudah remaja.

Sering aku menanti mama dengan sudah bertelanjang bulat terlebih dahulu.
“Hihihi, kamu ini gak sabaran amat sih sayang? Tenang aja… Susu mama udah terkumpul yang banyak kok buat kami seorang malam ini. Bebas mau kamu apakan sesuai fantasi jorokmu” begitu ucapnya saat itu.

Aku masih selalu bertelanjang bulat dengan secuil kondom yang menutupi batang penisku saat menyusu padanya, sedangkan Mama juga masih terus hanya mengenakan celana dalam. Setiap malam pasti penuh susu yang diakhiri dengan semburan peju. Ditambah aku sudah berani mencium bibirnya dan memainkan lidahku di dalam mulutnya. Begitu nikmat. Begitu bahagianya.

Seiring waktu berlalu, aku kini semakin jarang mengenakan kondom saat menyusu padanya. Awalnya mama memprotes karena kalau aku tak tahan untuk ngecrot, pasti spermaku akan berhamburan kemana-mana di atas tempat tidur sehingga akan repot membersihkannya. Tapi akhirnya mama membolehkan juga setelah aku katakan tidak apa.

“Kan lebih erotis kalau bisa ngecrot dimanapun sesuka hati Ma, hehe” jawabku beralasan karena malam ini aku lagi-lagi meminta agar tidak usah menggunakan kondom.

“Dasar kamu ini. Ya sudah… apa mama juga harus membuka celana dalam?” tanyanya menggodaku sambil senyum-senyum.

“Boleh Ma… bo-boleh” jawabku mengiyakan. Tentu saja aku mau mama membuka celana dalamnya. Aku sungguh penasaran apa yang ada di baliknya.

“Anak mama ini memang genit” ucapnya. Dia kemudian dengan perlahan menurunkan celana dalamnya hingga jatuh ke lantai. Ku pikir mama tidak memakai apa-apa lagi dibaliknya, namun ternyata ada plester yang menempel disepanjang garis kemaluannya.

“Mama pikir kamu masih belum siap untuk melihatnya. Mama takut kalau kamu gak bisa kontrol diri” jelas Mama. Aku agak kecewa, tapi melihat kondisi mama yang tidak memakai apapun dan hanya plester yang menutupi vaginanya, betul-betul sebuah pemandangan yang menggoda, mama sangat seksi.

“Iya Ma… gak apa-apa deh…”

“Jadi nunggu apa lagi nih? Gak kepengen nyusu?” goda mama memancingku. Akupun langsung menarik tubuh mama ke atas ranjang. Selanjutnya yang terjadi sama seperti biasanya. Aku akan memainkan buah dadanya dan menyusu hingga kenyang. Tubuhnya yang kini bertelanjang bulat terasa lebih nikmat untuk ku gerayangi. Aku kini dapat dengan bebas memeluk pinggangnya tanpa diganggu tali celana dalamnya. Pantatnya yang terekpos bebas juga aku gerayangi dengan liarnya dengan tanganku. Penisku juga menggesek-gesek pada tubuhnya.

Entah sejak kapan mulainya, adegan gesek-menggesekan penisku ke tubuh mama jadi semakin sering terjadi. Baik dengan menggunakan kondom maupun tidak, tapi biasanya aku meminta izin pada mama untuk melepaskan kondom ini karena rasanya jauh lebih nikmat ketika batang penisku bersentuhan langsung dengan kulit mama. Bagian yang paling sering aku gesek dengan penisku tentu saja bagian depan selangkangannya, lalu pangkal pahanya. Aku juga sering menggesek-gesekkan penisku ke kakinya, perutnya, serta lengannya. Tapi tentunya dengan kini dia tidak mengenakan celana dalam lagi, aku dapat menggesek penisku pada tubuhnya dengan lebih bebas, terutama menggesek pada permukaan vaginanya yang kini hanya ditutupi plester. Walaupun vagina mama dilapisi plester, tapi rasa nikmat yang aku rasakan betul-betul luar biasa.

Saat ini Mama sedang tiduran telungkup, aku berada di atas mama menindihnya dengan penisku menggesek-gesek pada belahan pantatnya. Mama dengan senang hati menuruti tiap kali bila aku mau mengganti posisi menggesek-gesek penis di bagian tubuhnya. Posisi-posisi bersetubuhpun kami lakukan. Selanjutnya mama berlutut dan aku menggesekkan penisku di belahan pantatnya dari belakang. Setelah itu ku suruh mama menungging dan aku memaju-mundurkan penisku di sela-sela pahanya. Aku juga menyuruh mama duduk di atas penisku dan aku tidur telentang di bawahnya. Pemandangan seperti pasangan yang sedang bersetubuh saja. Pemandangan seorang anak yang sedang bersetubuh dengan ibu kandungnya sendiri.

“Kalau aku gesekin di sini boleh Ma?” Pintaku sambil menunjuk buah dadanya.

“Kamu mau gesekin di dada mama?”

“Iya Ma… boleh yah?”

“Itu cabul banget lho sayang, tapi… mama pikir tidak apa deh… ”

“Berarti boleh Ma?” tanyaku memastikan. Dia hanya menjawab dengan tersenyum manis padaku. Aku girang bukan main. Segera aku berlutut dan mengangkangkan kakiku di atas mama yang terlentang. Ku posisikan penisku hingga pas berada di antara buah dadanya. Saat ku gesekkan penisku di sana, rasanya sungguh luar biasa. Begitu lembut. Sungguh sensasi erotis yang tiada duanya. Buah dada ibu kandungku yang biasanya menyalurkan ASI untuk anak-anaknya dengan kasih sayang, kini terdapat penisku yang sedang menggesek-gesek di sana. Entah apa yang terjadi bila ada yang melihat perbuatan bejatku ini, terutama papaku.

“Enak sayang?” tanya mama padaku.

“Enak Ma…”

“Kalau gini gimana?” ucap mama yang sesaat kemudian meremas buah dadanya, membuat cairan susunya muncrat-muncrat kemana-mana dan membasahi penisku. Argh… mana bisa tahan. Aku jadi semakin belingsatan, akupun semakin cepat menggoyangkan pinggulku dan mengocok penisku di antara buah dadanya. Ini sungguh sangat nikmat hingga langsung membuat pertahananku jebol.

“Ma… keluaaaaaar” teriakku tertahan.
Croooot…. Croooootttt…
Pejukupun berhamburan tak tertahankan. Tentu saja mama kaget karena kali ini aku ngecrot di buah dadanya hingga menyemprot sampai ke wajahnya. Aku membuat wajah ibu kandungku sendiri berlumuran dengan spermaku! Aku sungguh anak yang kurang ajar, tapi rasanya memang sangat nikmat.

“Duh… sayang… kamu ini gimana sih? Masa wajah mama dikotori pakai spermamu sih?”

“Maaf ma… Kan karena gak makai kondom, hehe” jawabku sembarang.

“Dasar ih kamu… Puas? Enak yah udah nyemprotin pejumu ke wajah ibu kandungmu sendiri?”

“Enak Ma… hehe” jawabku yang dibalas mama dengan cekikikan dan menjawil hidungku.

Sejak saat itu akupun tidak pernah mengenakan kondom lagi selama menyusu dan memainkan buah dada mama. Aku betul-betul telanjang. Ketika aku ingin muncrat, akupun tidak menahan-nahannya lagi hingga spermaku muncrat sembarangan ketika mencumbui mama, tentunya sebagian besar mendarat di tubuhnya. Baik di kakinya, pangkal pahanya, perutnya, maupun buah dadanya, dan kalau aku beruntung spermaku juga dapat menembak wajahnya, bahkan kadang ada secuil yang masuk ke dalam mulutnya. Namun mama masih saja belum mau memperlihatkan vaginanya padaku dengan alasan takut aku tidak bisa mengontrol diri.

Kamarku selalu jadi penuh susu dan peju karenanya. Karena papaku tidak pernah masuk ke kamarku, jadi aku bisa lega dengan kondisi tempat tidurku selalu becek oleh susu mama dan pejuku. Terlebih aku tidak pernah mengganti sprei tempat tidurku sehingga akan meninggalkan bau yang menyengat, tapi aroma itu justru membuat aku semakin horni, ku pikir mama juga merasakan hal yang demikian. Walaupun dia masih tetap memposisikan diri semata-mata untuk memuaskan fantasiku, dan berusaha agar tidak terbawa suasana, tapi aku tahu kalau dia juga terangsang karena aktiitas kami ini.

Aktifitas inipun akhirnya tidak hanya terjadi pada malam hari saja. Entah kenapa mama jadi membolehkanku untuk menyusu pada siang hari juga, tentunya saat papa berkerja. Akupun akhirnya mengetahui apa alasannya.

“Mama rasa air susu mama menjadi lebih banyak sekarang, sepertinya tidak cukup kalau kamu hanya meminumnya di malam hari saja” jelasnya.

“Jadi aku boleh nyusu siang hari juga Ma??

“Kapanpun dan dimanapun kamu mau Angga sayang” jawab mama sambil membelai pipiku. Aku sangat senang mendengarnya. “Tapi tetap jangan sampai ayahmu tahu ya…” lanjut Mama lagi.

“Iya Ma…” jawabku girang.

Maka akupun kini dapat dengan bebas menyusu pada mama kapanpun yang aku mau. Kadang saat mama sibuk beres-beres rumah, akupun meminta nyusu padanya. Tentunya lebih dari sekedar menyusu, dan tentunya selalu berakhir dengan spermaku ngecrot asal-asalan ke tubuhnya. Mama kadang sampai harus repot membersihkan air susunya dan pejuku bila sampai berceceran di lantai maupun di sofa.

Yang lebih membuat aku girang, akhirnya mama mau juga untuk tidak menutup-nutupi vaginanya lagi. Dia mau untuk benar-benar telanjang bulat di hadapanku, anak laki-laki kandungnya yang sudah remaja.

“Tapi kamu janji yah agar kontrol diri? Mama akan telanjang di depan kamu lho ini…” ujarnya mengingatkanku. Tentu saja ku jawab dengan mengiyakan kata-katanya. Pemandangan yang aku idam-idamkan akhirnya dapat ku lihat. Vagina tempat aku lahir dulu kini terpampang di depanku.

Aktifitas cabulku terhadap mamapun semakin meningkat, baik intensitas maupun variasi yang dilakukan. Mama bahkan membolehkanku kalau aku ingin mengobel vaginanya, menjelajahi tiap inci permukaan vaginanya sepuas yang aku mau. Jari-jariku bahkan berhasil masuk ke dalam vaginanya, namun dia masih terus menjauhkan penisku dari vaginanya, takut hal yang tidak diinginkan terjadi.

Saat ini aku sedang menjamah tubuh mama di atas tempat tidurnya. Ranjang yang biasanya sebagai tempat mama dan papaku beristirahat dan bercinta, kini ada aku yang sedang menikmati tubuh ibu kandungku ini habis-habisan di sana. Papa saat ini sedang pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan dan baru akan kembali 2 minggu lagi. Selama papa pergi, sejak kemarin aku meminta mamaku untuk selalu bertelanjang bulat bila di rumah, sehingga aku dapat menyusu dan menumpahkan spermaku kapanpun yang aku mau. Saat ini kasur tempat tidur orangtuaku ini sudah berkondisi sama dengan kasur tempat tidurku, penuh susu dan peju.

Posisiku saat ini sedang menindh mama dari atas sambil terus mengenyot dan memainkan buah dadanya yang terus meneteskan air susu itu. Pinggulku juga naik turun menggesek-gesekkan penisku di pangkal pahanya. Namun dia sedikit memiringkan pinggulnya agar penisku tidak berhadapan langsung dengan vaginanya. Kelakuan mama ini justru membuat aku gemas. Membuat aku semakin semangat menggerayanginya.

“Ssh… sayang… pelan-pelan…” rintih mama menerima perlakuanku.

“Iya ma… ini pelan kok…”

“Burungmu itu hampir masuk…”

“Nggak kok ma…” jawabku sambil terus saja menggesek-gesekan penisku pada pagkal pahanya, berharap benar-benar akan masuk. Tentunya kalau memang sampai masuk itu merupakan berkah bagiku.

Akupun terus menggerayangi mama sambil mengenyot susunya, sesekali aku juga menciumi wajah dan bibirnya. Bahkan aku menyuapi air susunya sendiri dari mulutku ke mulutnya.

“Dasar kamu ini ada-ada saja. Mama jadi minum air susu mama sendiri nih” ujarnya mengetuk keningku dengan ujung telunjuknya. Aku hanya cengengesan. Sambil masih menggoyang pelan pinggulku, akupun melakukan hal itu berkali-kali. Mengenyot buah dadanya, menampung ASInya di mulutku, lalu ku tumpahkan ke mulut mama.

Berikutnya aku coba untuk memindahkan liurku ke dalam mulutnya. Tentu saja mama terkejut dengan aksi yang aku lakukan ini, mungkin karena jorok. Namun rasa terkejutnya hanya sebentar saja. Sepertinya dia juga merasakan sensasi birahi yang luar biasa dari apa yang aku lakukan itu. Saat aku ingin meludah lagi, dia bahkan membuka lebar-lebar mulutnya untuk menampung liurku untuk kemudian dia telan. Sungguh pemandangan yang tak lazim dilakukan oleh sepasang ibu dan anak laki-lakinya.

“Ma…”

“Ya anakku sayang?”

“Susu mama tambah gede yah kayaknya”

“Huuu… Gara-gara kamu sedot terus kan?”

“Hehehe”

“Kamu suka banget yah sama susu mama?”

“Iya ma, aku suka, suka banget”

“Hmm… Kalau kamu memang sesuka itu, mungkin mama akan kasih susu mama ini khusus untuk kamu saja” ucapnya sabil mengerling nakal padaku. Darahku berdesir mendengar ucapan mama itu. Dia mau memberikan seluruh susunya itu khusus hanya untukku?

“Terus Shita gimana Ma?”

“Hmm… Adikmu nanti mama kasih susu formula bubuk saja. Gimana? Kamu mau tidak? Atau kamu saja nih yang mama kasih susu bubuk?”

“Eh, gak mau Ma… aku mau nyusu dari mama aja, hehe” kataku. Ah… sungguh bejat, padahal Shita lah yang seharusnya memang pantas mendapatkan ASI dari pada aku. Tapi karena hal ganjil seperti begitulah yang memberi sensasi erotis bagiku maupun mama. Aku tidak tahu apa yang dikatakan mama itu benar atau tidak. Tapi membayangkan dirinya bukannya memberikan ASI pada si kecil, tapi malah ke aku, betul-betul membuat birahiku meledak-ledak, ku rasa mama juga demikian.

“Ya sudah, mulai sekarang susu mama khusus buat kamu” ucapnya. Mendengar pernyataan mama aku jadi semakin bersemangat menggerayanginya. Sambil membenamkan wajahku di buah dadanya, akupun menggesek penisku dengan ganas ke pangkal paha mama yang masih saja menutup rapat itu.
“Duh… tapi bagian itu masih tetap terlarang lho sayang… Hati-hati” lanjutnya kemudian.

Akupun mengehentikan goyangan pinggulku.
“Cuma gak boleh masuk kan Ma? Tapi kalau gesek-gesek aja boleh kan?”

“Hmm.. Tapi janji jangan sampai masuk yah…”

“Iya Ma…”

“Ya sudah mama bolehin, mama turutin lagi tuh keinginan anak mama yang nakal ini” ucapnya setuju sambil tersenyum manis.

Aku senang sekali. Aku tidak menyangka akhirnya bisa sampai sejauh ini. Akupun langsung menindih tubuhnya lagi. Meskipun mama baru saja mengatakan boleh, tapi tetap saja dia terlihat ragu untuk membuka lebar selangkangannya. Aku tentunya tak tinggal diam, dengan posisi tiduran menyamping, ku peluk tubuh mama dari belakang dan menyelipkan penisku di antara pangkal pahanya, tepat di bawah permukaan vaginanya. Dengan posisi itu ku maju-mundurkan pinggulku sehingga kelamin kami ibu dan anak saling bergesekan. Yang mana selama ini selalu ada penghalang antara penisku dan vaginanya, kini dapat bergesekan secara langsung. Bagiku rasanya sungguh nikmat tak terlukiskan. Terasa di batang penisku kalau vaginanya becek saat ini. Mama juga lagi horni!

Selama aku menggoyangkan pinggulku dari belakang, mama tampak selalu was-was bila penisku sampai masuk, berkali-kali dia mengingatkanku.
“Ingat sayang… jangan sampai masuk… gak boleh lho…” ucapnya. Namun setelah berkali-kali mengingatkan, akhirnya dia capek sendiri dan membiarkan aksiku. Hanya suara desahan kami yang terdengar setelah itu.

Aku sudah terlalu terbawa nafsu. Aku ingin sekali memasukkan penisku ke dalam sana. Di saat mama lengah seperti inilah kesempatanku. Dengan perlahan ku coba menyelipkan penisku sedikit, lalu ku tarik dan ku gesek-gesek permukaan vaginanya, ku masukkan lagi sedikit lebih dalam, lalu ku tarik lagi dan ku gesek-gesek lagi, begitu terus hingga sedikit demi sedikit masuk semakin dalam. Mama masih belum bereaksi apa-apa. Namun saat aku hendak betul-betul memasukkan kepala penisku, tiba-tiba ada yang mengetok pintu depan. Konsentrasi kamipun pecah, terutama mama yang langsung menjauh dan melepaskan pelukanku. Ah… padahal hampir saja.

“Sayang… ada tamu… sepertinya itu Bu RT”

“Biarin aja Ma” ucapku karena aku merasa sangat nanggung. Tapi mama tidak mendengarkanku dan mengenakan dasternya untuk kemudian menemui tamu itu. Entah masalah apa yang mereka bahas, aku tidak terlalu peduli. Aku masih di dalam kamar mama telanjang bulat menunggu dia kembali.

Setelah beberapa saat, akhirnya mamapun masuk lagi ke kamar.

“Maaf yah sayang udah bikin kamu menunggu. Mau dilanjutin lagi?” tanyanya. Aku tidak menjawab dan malah memasang wajah ngambek padanya.

“Duh… anak mama ini ambekan. Tapi… Mama tahu kok kalau tadi itu kamu berusaha memasukkan penismu ke vagina mama. Nakal yah…”
Hah?? Mama ternyata sadar dengan apa yang aku lakukan!

“Kamu segitu pengennya yah ingin menyetubuhi ibu kandungmu sendiri?” tanyanya kemudian. Pertanyaan yang membuat jantungku jadi berdebar kencang mendengarnya.

“I..itu… I..iya Ma. Aku pengen ngentotin Mama. Aku pengen ngentotin ibu kandung aku” ucapku berani. Mulutku terasa aneh setelah mengatakannya. Aku tidak menyangka aku akan berkata seperti itu pada mama. Tentunya itu adalah ucapan yang sangat kurang ajar dari seorang anak kepada ibu kandungnya sendiri.

“Duh… kamu ini. Udah mama bilang kan gak boleh…” balas mama.

“Kenapa Ma?”

“Ya karena kita ini ibu dan anak”

“Yah Ma… boleh dong… satu tusuk aja. Pengen nih…” pintaku ngotot.

“Gak boleh” tolaknya. Ternyata mama masih tidak mau. Ya sudah lah kalau begitu.

Setelahnya, aku mengajak mama melanjutkan acara nyusu dan menggesek tadi lagi. Tentunya setelah aku lagi-lagi disuruh berjanji untuk mengontrol diri. Mama saat ini menungging di depanku dengan aku berada di belakangnya. Posisi kami seperti melakukan persetubuhan dengan gaya anjing kawin. Sambil menggesek, mulutku terus saja meracau. Mama bahkan mempersilahkan aku berkata kotor kalau aku mau.

“Ngentot… aku ngentotin memek Mama. Aku menzinahi ibu kandungku sendiri” ucapku lantang sambil membayangkan kalau aku benar-benar sedang menyetubuhi mama. Tapi tentunya itu masih belum cukup bagiku. Aku masih mencari kesempatan untuk dapat benar-benar memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Sama seperti tadi, aku mencoba lagi untuk memasukkan penisku sedikit demi sedikit ke dalam vaginanya.

“Sayang... Kamu mencoba memasukkan penismu lagi?” tanya mama menoleh ke belakang padaku, dia menyadarinya.

“Eh, i-itu…”

“Kamu ini bandel banget sih? Kamu tahu kan kalau yang kita lakukan ini saja sudah sangat jauh sebagai ibu dan anak?”

“I-iya Ma…”

“Dan mama udah kasih tahu ke kamu kan kalau mama mau menuruti keinginanmu selama ini karena mama sayang sama kamu?”

“Iya Ma” jawabku lesu.

“Apa sih yang bikin kamu penasaran banget pengen masukin burungmu?” tanyanya lagi.

“Aku cuma penasaran aja Ma”

“Tapi sudah mama bilang kan kalau kamu harus kontrol diri”

“I-iya sih… tapi aku kepengen Ma…”

“Duh... kamu ini. Jadi kamu penasaran?”

“I-iya”

“Hmm… Kalau memang begitu…. Mungkin Mama bolehin kamu masukin sekali tusuk saja” ucapnya kemudian.

“Be-beneran Ma?” tanyaku terkejut hampir tak percaya kalau akhirnya dibolehkan juga.

“Ya… tapi hanya sekali tusuk saja, dan tidak boleh kamu genjot. Oke?”

“Eh, i-iya Ma, gak apa” Aku senang sekali mendengarnya.

“Jadi mau tetap dengan posisi ini?”

“I-iya. Tetap begini saja Ma. Gak apa” jawabku yang dibalas dengan senyum manisnya.

Dengan dada berdebar akupun mencoba menusukkan penisku masuk ke dalam vaginanya. Vagina mama yang memang sudah basah membuat penisku masuk dengan lancar, tapi tetap saja rasanya sangat sempit. Hingga peniskupun mentok bersarang di kemaluan mama. Akhirnya yang paling aku dambakan selama ini terjadi juga. Kami, ibu dan anak kandung, betul-betul telah berkawin, berzinah!

Sensasi yang aku rasakan sungguh sangat nikmat tak terkira. Mama masih terus menoleh ke belakang dan tersenyum padaku. Kontak mata yang sengaja dia berikan membuatku merasa semakin melayang-layang. Seperti yang mama katakan, aku tidak boleh melakukan gerakan menggenjot. Aku hanya mendiamkan penisku saja di sana. Meskipun hanya diam, namun di dalam sana vaginanya terasa kembang-kempis menarik dan menyedot penisku.

Rasanya luar biasa. Bukan hanya karena rasa nikmat di penisku saja, tapi mengetahui kalau kami ini adalah ibu dan anak kandung semakin membuatku terbuai. Tak butuh waktu lama untuk membuat aku orgasme. Aku tak tahaaaan…

Tanpa bisa berkata-kata, aku menekan penisku lebih dalam. Mamaku menyadari kalau aku akan segera orgasme, dia tampak ingin melepaskan diri. Tapi aku terus menahan pinggulnya dan spermakupun muncrat di dalam sana.

Crooot… croooot….
Vagina tempat aku dilahirkan dulu kini aku siram dengan spermaku! Aku baru saja melakukan pembuahan pada ibu kandungku sendiri!

“Kamu kok gak bilang sih kalau mau keluar?” ucapnya kemudian setelah melepaskan diri dariku dan terduduk di depanku.

“Tapi kan tadi mama gak ada bilang kalau aku gak boleh muncrat di dalam” balaskku membela diri.

“Kamu ini… Selalu pandai mencari alasan. Dasar anak nakal” ucapnya dengan wajah kesal. Kesal yang bercampur dengan horni. Jelas kalau dia tidak bisa benar-benar marah padaku.

“Hehe… makasih banget yah Ma… Mama memang baik” ucapku memeluknya lalu menindihnya. Aku kemudian mengulum buah dadanya lagi dan menghisap susunya.

“Awh… kamu ini belum puas apa!?” teriaknya manja cekikikan menerima perlakuanku.

“Belum Ma… hehe”
Setelah buang sperma di vaginanya, kini aku menyusu padanya. Sungguh nikmat sekali bukan?

~~

Apa yang terjadi waktu itu betul-betul pengalaman yang luar biasa bagiku. Setelah itu, aku terus meminta melakukan hal itu lagi pada mama, namun mama terus menolak.

“Kan janjinya waktu itu hanya sekali tusuk saja” jawabnya.

“Sekarang ini juga sekali tusuk juga kok Ma… gak aku genjot kok”

“Kamu ini kok malah minta terus sih? Gak boleh”

“Yah… Mama… ayo dong… Janji deh ini yang terakhir”

“Janji?”

“Janji”

“Gak boleh kamu genjot yah…”

“Iya Ma…”

“Ya sudah” jawab mama akhirnya mau juga. Akupun memasukkan penisku sekali lagi ke dalam vagina ibu kandungku ini. Masih tanpa menggoyangkan penisku dan hanya mendiamkannya saja di sana.

Dasar aku yang tidak pernah puas, aku memintanya lagi dan lagi. Jadilah acara bersetubuh tusuk tanpa genjot itu sudah kami lakukan beberapa kali setelahnya. Walau masih tetap hanya sekedar menyarangkan penisku di sana dan tidak boleh ada gerakan menggenjot, tapi itu sudah sangat cukup bagiku.

Aku terus mengiginkan lebih. Aku ingin melakukan perzinahan dengan ibu kandungku ini sesering mungkin dan sepuas-puasnya sebelum Papa pulang. Akupun menyampaikan ideku itu pada mama.

“Mau kan Ma? Sebelum Papa pulang kita ngentot terus?” tanyaku.

“Duh… Kamu ini…”
Hanya itu yang dia katakan. Tidak ada kata-kata menolak maupun menyetujui permintaanku. Namun dari sinar matanya, jelas terpancar birahi kalau mamapun penasaran dengan kegilaan ini.

“Ingat yah sayang… jangan kamu genjot” Ingatnya saat aku mulai memasukkan penisku ke liang vaginanya untuk kesekian kalinya.

“Iya Ma…”

‘Jleb…’

Jadilah sejak saat itu intensitas membenamkan penisku pada vagina ibu kandungku itu semakin sering terjadi. Saat mama memasak, aku terus memeluknya dari belakang dengan penis tertancap di dalam vaginanya. Begitupun saat dia menyapu, mencuci piring, maupun melakukan aktifitas-aktifitas lainnya. Keluyuran dan beraktifitas di dalam rumah selalu dengan kelamin kami yang menyatu. Erotis bukan?

Tentunya dengan begitu membuat Mama jadi kerepotan melakukan aktifitasnya sehari-hari, tapi dia tidak kelihatan keberatan sama sekali. Selalu membiarkanku kalau aku ingin terus menempel padanya. Kami bahkan pernah makan bersama dengan mama duduk berpangkuan padaku, tentunya penisku menancap di vaginanya saat itu.

“Ada-ada aja sih keinginanmu itu? Tapi ingat yah… selama makan nanti jangan bandel” ucapnya sambil memposisikan pinggulnya agar nyaman di atasku. Dengan posisi begini kami lebih mudah bila makan satu piring dan saling bersuapan. Berkali-kali mama menegurku yang sering sekali lasak saat makan sehingga membuat penisku maju mundur di dalam vaginanya. Tapi tak jarang juga kami malah tertawa bersama karena hal tersebut.

Kami betul-betul memanfaatkan saat-saat bersama sebelum papa pulang ini sesering dan seintim mungkin. Hari-hari yang kami lalui jadi penuh birahi.

Mama sering memintaku agar tidak orgasme di dalam, namun aku masih saja sering membandel. Akupun jadi sering kena cubitan di hidungku olehnya. Namun seiring waktu, kini Mama tidak mempermasalahkanku lagi kalau spermaku muncrat di dalam vaginanya. Aku bahkan sekarang sudah mulai sering menggenjot keluar masuk penisku ketika bersetubuh dengan mama. Entah karena mama sudah capek memperingatkanku, atau mungkin karena dia menikmati.

Seperti saat ini, aku dan mama sedang bersetubuh di dapur. Kondisi kami sama-sama telanjang bulat. Kami baru saja selesai mandi bersama. Mama yang sedang sibuk menyiapkan susu untuk adikku, langsung ku terobos dan ku genjot dari belakang.

“Ma…. Ngentot….” Ucapku langsung memasukkan penisku ke vaginanya.

“Awh… sayang…. Kamu ini main masukin aja”

“Habisnya mama nafsuin, pengen aku entotin terus, hehe”
Mama hanya tersenyum mendengar jawaban vulgarku. Jawaban yang tidak sepantasnya diucapkan oleh anak pada ibu kandungnya sendiri. Mama sendiri ku yakin pasti tahu itu adalah ucapan yang kurang ajar, tapi sepertinya itu justru membangkitkan nafsunya.

Aku terus memeluknya dari belakang sambil penisku terus bersarang pada vagina ibu kandungku ini. Mama sendiri masih terus sibuk menyiapkan susu untuk si kecil.

Ya… Ternyata mama benar-benar memberikan susu bubuk pada si kecil Shita, sedangkan ASInya khusus untukku untuk aku minum maupun aku mainkan sesuka hati. Sebagian besar bahkan bukan masuk ke perutku, tapi terbuang mubazir ke sofa, tempat tidur, maupun ke lantai karena ulahku.

Seperti biasa, awalnya aku hanya sekedar diam tanpa menggoyangkan penisku. Tapi lama-kelamaan aku mulai berani menggoyangkan pinggulku pelan-pelan. Melihat mama tidak bereaksi apa-apa, akupun mencoba makin menaikkan intensitas goyanganku. Mama kini menjadi mendesah pelan ketika vaginanya makin cepat diaduk oleh penis anak kandungnya sendiri.

“Nghhhh….” Desahnya pelan saat menyendokkan susu bubuk ke dalam botol bayi. Suara desahan mama justru membuat aku makin birahi. Tusukanku yang tadinya pelan kini menjadi hentakan yang cukup kencang. Sampai-sampai mama kerepotan menyendokkan susu bubuk ke dalam botol.

Hal itu justru menimbulkan kesenangan bagiku. Rasanya senang sekali mengerjai mama seperti ini. Mamapun tampak tidak keberatan dengan aksiku. Dia malah tertawa kecil tiap aku menyodoknya dengan kencang yang membuat susu bubuk itu jadi banyak berserakan. Alhasil, memasukkan susu bubuk ke dalam botol bayi itu saja membutuhkan waktu yang cukup lama.

Kocokanku pada memek mama semakin kencang. Di tengah kerepotan mama yang menyiapkan susu untuk adikku, aku justru keasikan mengentoti ibuku ini. Meski kerepotan, mama tidak menahan-nahanku untuk berbuat apa yang aku mau, dia justru mendesah kenikmatan. Akupun jadi semakin liar menggenjot vaginanya.

Hingga kemudian aku menghentakkan pinggulku dengan sangat keras, membuat botol bayi yang mama pegang itu terlepas dari tangannya dan jatuh tumpah di lantai.

“Duh… Pinggulmu itu diam dong sayang… Mama kan lagi menyiapkan makanan untuk adikmu, jadi tumpah kan gara-gara kamu” ujarnya, tapi tidak berusaha melepaskan diri dariku. Tetap membiarkanku menggenjotnya.

Saat mama hendak memungut botol bayi itu, aku malah menahan mama dan justru makin kencang menyodok vaginanya.

“Ngh…. Sayang… kamu ini….”

“Mama…. Oh…. Ibu kandungku… aku ngentot ibu kandungku sendiri…. Mamaaaaa. Aku ngentotin mama” racauku kenikmatan.

“Iya… kamu ini nakal banget menyetubuhi ibu kandungmu sendiri.. nghh… Kamu suka berzinah dengan ibu kandungmu?” tanya mama. Aku suka mendengar mama bertanya seperti itu.

“Suka ma… Aku suka ngentot sama mama. Berzinah ria dengan ibu kandungku sendiri” balasku.

“Ssshhh…. Sayang…. Abangmu ini nakal banget. Jangan kasih tahu Papa yah kalau abangmu ini nakal, hihi” ucap mama lagi sambil tertawa kecil menatap Shita yang berbaring tak jauh dari tempat kami bersetubuh. Aku hanya cengengesan. Sudahlah aku merebut ASI Mama dari adikku, botol bayinyapun jatuh berserakan karenaku. Aku kini malah terus ngentotin mama seakan sengaja mempertontonkan persetubuhkan kami pada si kecil Shita. Mama sepertinya juga tertarik dengan yang aku lakukan, berkali-kali dia juga tersenyum ke arah Shita seakan ikut menunjukkan pada si kecil kalau ibu kandungnya ini sangat suka disetubuhi kakaknya saat Papanya tidak ada di rumah.

Akupun terus menyetubuhi mama. Tadinya yang merupakan acara menyiapkan minuman untuk adikku, telah berubah menjadi acara persetubuhan panas antara aku dan mama. Kami terus bersetubuh hingga akupun muncratin spermaku ke dalam vagina mama.

“Puas kamu?”

“Puas Ma… hehe”

“Ya sudah, mama mau menyiapkan susu untuk adikmu lagi. Kali ini jangan ganggu” pinta Mama.

“Iya deh, tapi habis itu boleh lagi kan Ma? Hehe”

“Memangnya kamu masih kuat? Bisa nyemprotin sperma berapa kali lagi nih ke vagina mama?” goda mama dengan senyuman manisnya.

“Gak bakal habis deh pokoknya” jawabku cengengesan.

“Haha, dasar kamu. Anak nakal” ucapnya sambil menjawil hidungku.

Kamipun jadi sering bersetubuh setelah itu. Mama kini tampaknya sudah menyerah pada nafsunya. Kami sudah betul-betul terbawa suasana. Kami terus bersetubuh sepanjang hari. Aku terus menggenjot ibu kandungku ini sesuka hati kapanpun dan dimanapun yang aku mau. Amanat Papa pada Mama untuk menjaga rumah dan anak-anaknyapun menjadi terbengkalai. Keadaan rumah kami kini betul-betul berantakan penuh dengan peju dan air susu yang berceceran. Bau menyengat semerbak dimana-mana. Padahal hari ini papa akan pulang, tapi kami masih saja tidak menghentikan aksi zinah terlarang ibu dan anak ini.

Hingga akhirnya saat sedang asik-asiknya bersetubuh, terdengar suara pagar bergeser, tak lama kemudian pintu diketuk dan terdengar suara papa memanggil. Kami tahu dan sadar, tapi kami tidak berhenti, malah gerakan kawin kami semakin liar untuk segera meraih orgasme.

“Halooo… Papa pulaaaang…”
Suara papa terdengar riang karena tak sabar bertemu anggota keluarganya tercinta. Namun entah bagaimana reaksinya nanti, saat melihat istri dan anak kandungnya itu malah berzinah ria selama dia mencari nafkah.

Kelamin kami semakin beradu dengan cepat, bersamaan dengan gagang pintu yang tak terkunci itu bergerak turun. Pintu mulai terbuka sedikit. Ah… apa yang akan terjadi selanjutnya? Kami pasrah.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar