Waktu itu aku sedang sendirian di rumah. Ayah, ibu dan adik-adikku
sedang ada acara masing-masing. Aku yang memang sedang tidak ada acara,
bertugas untuk menjaga rumah. Daripada tidak ada kerjaan dan melamun
sendirian, aku berniat untuk membersihkan rumah saja.
“Pasti bikin Ibu seneng deh…” pikirku dalam hati.
Ketika aku sedang membersihkan kamarku, aku menemukan foto Dewi, adikku
paling kecil, dengan mantan pacarnya ketika SMU yang bernama Herland.
Keluargaku dan Herland sudah sangat dekat, bahkan dia sudah aku anggap
seperti adikku sendiri. Tapi sejak Dewi putus darinya dan sudah memiliki
pacar baru, Herland mulai jarang main ke rumah.
Tiba-tiba saja aku merasa kangen dengan Herland karena sudah jarang
bertemu. Aku sempat berpikir kenapa tidak aku undang saja dia main ke
rumah. Kemudian aku mengirim SMS ke nomer Herland yang masih aku simpan
di HP-ku. Aku sengaja tidak memberitahu Herland kalau seluruh keluargaku
sedang tidak ada di rumah. Takut saja kalau Herland nanti merasa segan
untuk main ke rumah. Aku sebenarnya berencana mau menjodohkan lagi Dewi
dengan Herland agar dapat berpacaran kembali. Siapa tau dengan
mengundang Herland ke rumah semuanya akan sesuai dengan rencanaku.
Setelah mengirimkan SMS, aku melanjutkan membersihkan kamarku yang
sempat terhenti, sambil menunggu balasan dari Herland. Sesekali aku
melihat HP-ku apakah sudah ada balasan darinya atau belum. Namun setelah
cukup lama menunggu, ternyata aku belum juga mendapatkan SMS balasan
darinya. Sampai akhirnya aku lupa sendiri karena larut dalam
pekerjaanku.
Saat sedang membereskan lemari baju di kamar adik laki-lakiku, aku
menemukan sekeping DVD tanpa cover. Karena penasaran aku mencoba
menyetel DVD tersebut di ruang tengah. Aku terkejut, karena di layar TV
sekarang muncul pria dan wanita yang sedang saling mencumbu. Pertama
mereka saling berciuman, kemudian satu persatu pakaian yang melekat
mereka lepas. Si pria mulai menciumi leher sang wanita, kemudian turun
ke arah payudaranya. Si wanita tampak menggeliat menahan nafsu yang
membara.
Badanku gemetar dan jantungku berdegup kencang menyaksikan adegan-adegan
panas tersebut. Namun, aku yang tadinya berniat menghentikan film
tersebut dan mengembalikan ke tempatnya, memutuskan untuk melanjutkan
saja. Di tengah-tengah film, pikiranku menerawang mengingat saat
terakhir aku dan teman-teman kampus Dewi menonton DVD seperti itu yang
dilanjutkan bersetubuh dengan mereka.
Birahiku tiba-tiba saja semakin tinggi. Aku memang sudah seminggu ini
tidak melakukan seks dengan adik laki-lakiku, padahal hal tersebut sudah
menjadi rutinitas sehari-hari bagi kami berdua, sehingga tanpa sadar
selama menonton aku pun mulai melakukan masturbasi. Pakaianku sekarang
sudah tidak karuan, kaos berwarna hitam beserta bra milikku, sudah
terangkat hingga di atas payudara. Kemudian kuelus-elus payudaraku
sambil sesekali aku remas perlahan. Sungguh nikmat sekali rasanya,
apalagi kalau sampai terkena putingnya.
“Eeemmph… Eeeemmmph…” aku merintih-rintih menikmati permainan tanganku sendiri.
Sekarang celana pendekku sudah aku turunkan sampai sebatas mata kaki,
lalu aku masukkan tanganku ke balik celana dalam dan langsung
menggosok-gosok vaginaku. Sensasinya sungguh luar biasa! Semakin lama
aku semakin gencar melakukan masturbasi, rintihanku terdengar semakin
keras. Tangan kananku semakin cepat menggosok klitorisku, sementara yang
satunya sibuk meremas-remas payudara.
“Ooooohh… Ooooohh… Aaaaaaaaaahh…” desahanku semakin kencang karena sudah hampir mencapai orgasme.
‘Tok… Tok…’ tiba-tiba terdengar pintu depan diketok.
“Aduh gawat…!! Siapa ya? Apa jangan-jangan Ayah dan Ibu? Tapi mereka kan
baru pergi sebentar…” pikirku sambil merapihkan kembali posisi celana
pendek dan kaosku yang sudah terbuka sana-sini.
Setelah selesai, dengan terburu-buru aku langsung mematikan TV dan DVD
player tanpa sempat mengeluarkan piringan DVD-nya terlebih dahulu.
‘Tok… Tok… Tok…’ suara ketokan pada pintu depan terdengar semakin kencang.
“Iyaa sebentaaar…!” teriakku sambil berlari kecil menuju pintu depan.
Ketika membuka pintu aku sempat terkejut karena ternyata di depanku ada seseorang yang sudah sangat kukenal, yaitu Herland.
“Halo Teteh!! Tadi SMS Herland ya? Maaf ya udah lama nggak main nih…” katanya dengan ceria.
“Kirain Herland nggak bisa datang? Kok nggak jawab SMS Teteh dulu sih?” tanyaku.
“Emang sengaja kok Teh. Kan Herland mau ngasih kejutan sama keluarga mantan pacar nih…” jawabnya sambil tersenyum.
“Oh gitu? Teteh kirain Herland udah nggak mau lagi main ke rumah…” candaku sambil mempersilakannya duduk di ruang tamu.
Herland hanya tersenyum mendengar candaku, mungkin dia juga sudah sangat
kangen dengan sikap akrab yang diberikan oleh keluargaku.
“Kok sepi banget sih Teh? Yang lain lagi nggak ada di rumah yah?”
tanyanya bingung melihat suasana rumahku yang lengang tidak seperti
biasanya.
“Sedang ada acara masing-masing tuh. Dewi juga lagi pergi sama temannya,
jadi di rumah cuma ada Teteh doang. Maaf ya Land, Teteh nggak kasih tau
Herland sebelumnya. Abisnya Teteh juga udah lama nggak ngobrol sama
Herland sih…” aku mencoba menerangkan dan berharap Herland dapat maklum.
Terus terang saja, aku sudah sangat kangen dengan Herland. Ternyata
Herland pun mau mengerti maksudku. Apalagi dia juga sudah menganggap
keluargaku seperti keluarga sendiri, dia saja memanggil aku dengan
‘Teteh’ berbeda dengan kebanyakan teman-teman Dewi yang memanggilku
dengan ‘Kakak’ atau ‘Mbak’. Maklum saja keluarga Herland termasuk broken
home, tapi tidak berarti dia nakal seperti layaknya anak yang tumbuh
tanpa pengawasan orangtua.
Karena sudah lama aku tidak mengobrol dengan Herland, kami berbicara
banyak mengenai berbagai hal. Aku juga sempat memperhatikan wajah
Herland yang menurutku cukup manis belum banyak berubah. Tinggi badannya
juga masih tidak berbeda jauh denganku, hanya sekitar 160 cm. Namun di
usianya yang menginjak 18 tahun, sikap dan pikirannya sudah jauh lebih
dewasa.
Setelah cukup lama mengobrol, aku baru sadar kalau tubuhku dalam keadaan
kotor setelah berberes rumah. Aku kemudian pamit dengan Herland untuk
mandi. Setelah aku selesai mandi dan berpakaian, aku mengajaknya untuk
makan siang bersama. Di saat makan, aku merasa Herland terus
memperhatikan tubuhku yang saat itu memakai kaos putih dan celana pendek
yang cukup ketat.
“Huuuh… Dasar cowok! Dimana-mana sama aja!” omelku dalam hati.
Namun di saat yang bersamaan aku juga dapat memaklumi Herland, karena
pasti tubuh mungilku saat itu terlihat sangat seksi dan menggiurkan.
“Ada apa Land? Kok ngelamun aja sih? Pasti lagi mikirin Dewi ya?” aku
berpura-pura menanyakan hal lain untuk menyadarkan lamunannya.
“Eh… Ng-nggak kok Teh. Lagipula Dewi kan sekarang udah punya pacar baru…” ujar Herland sekenanya.
“Herland nggak lagi buru-buru kan? Soalnya tadi Teteh ngirim SMS ke Dewi
kasih tau kalau Herland lagi ada di rumah. Terus Dewi bilang Herland
jangan pulang dulu…” kataku berbohong supaya Herland dapat lebih lama
lagi di sini.
“Iya Teh… Herland juga mau di sini dulu sampe semuanya pulang…” jawabnya.
“Ya udah… Herland nonton TV dulu aja. Teteh mau masuk ke kamar dulu. Mau rebahan sebentar…” lanjutku.
“Ya udah Teh, nggak apa-apa kok. Teteh istirahat aja yah…” kata Herland.
Setelah pamit ke Herland, aku beranjak masuk ke kamar tidur. Setelah
menutup pintu kamar, aku bercermin. Wajahku memang terbilang manis,
kulitku juga bersih dan mulus karena sering luluran. Walaupun badanku
mungil, tapi terbilang proporsional. Kemudian aku melepas bajuku dan
mencopot bra-ku, karena aku memang sudah terbiasa tidur tanpa
menggunakan bra. Aku sempat memperhatikan payudara milikku yang
berukuran kecil namun kencang, dan tentu saja semakin membuat tubuhku
tampak indah, karena sesuai dengan postur mungilku.
Ketika melihat ke arah bawah, aku tersenyum sendiri karena celana
pendekku memang membuat aku tampak seksi. Pantas saja Herland sampai
memperhatikan tubuhku seperti itu. Aku yang dalam keadaan cukup lelah,
merebahkan diriku sebentar di atas kasur tanpa memakai kaos dan mencoba
beristirahat sejenak.
Belum lama beristirahat, aku mendengar suara rintihan dari ruang tengah
yang tepat berada di depan kamarku. Astaga! Aku baru ingat, itu pasti
suara dari DVD porno yang lupa aku keluarkan tadi. Apa Herland sedang
menyetelnya? Karena penasaran, aku pun bangkit dari tempat tidurku,
dengan terburu-buru aku memakai kaos tanpa sempat memakai bra terlebih
dahulu, kemudian dengan perlahan-lahan aku keluar dari kamarku.
Begitu aku membuka pintu kamar, aku melihat pemandangan yang
mendebarkan. Herland sedang berada di karpet depan TV sambil
mengeluarkan penisnya dan mengocok-ngocoknya sendiri. Ternyata penisnya
cukup besar juga untuk anak seusia dia, kurang lebih sekitar 14 cm dan
sudah tampak tegang sekali.
Aku berpura-pura batuk, kemudian dengan tampang seolah-olah mengantuk
aku mendekati Herland dan ikut duduk disampingnya. Dia tampak kaget
menyadari aku sudah berada di sampingnya. Lalu dengan terburu-buru dia
memasukkan penisnya ke dalam celananya lagi.
“Ehhh… kok Te-teteh ng-nggak jadi tidur?” kata Herland salah tingkah.
Kemudian dengan wajah panik dia mengambil remote DVD lalu hendak mematikan filmnya.
“Iya nih Land, gerah banget di dalam. Eh, filmnya nggak usah dimatiin.
Kita nonton berdua aja yuk! Kayaknya seru tuh…” ujarku sambil menggeliat
sehingga menonjolkan payudaraku yang hanya terbungkus oleh kaos putih
ketatku saja.
“Hah? Teteh mau i-ikutan nonton? Ja-jangan Teh… Herland malu…” katanya gugup.
“Kok Herland pake malu segala sih? Kayak sama siapa aja… Herland kan
udah seperti keluarga sendiri, masa masih malu sama Teteh?” kataku
meyakinkannya.
“Eeeem… I-iya deh…” jawab Herland lalu tidak jadi mematikan DVD-nya.
Dengan santai aku duduk di samping Herland dan ikut menonton. Aku
mengambil posisi bersila sehingga celana pendekku semakin tertarik dan
memperlihatkan paha mulusku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan
bintang porno itu memang sungguh menakjubkan, mereka bergumul dengan
buas dan saling menghisap.
Aku melirik ke arah Herland yang sejak tadi bergantian antara memandangi
layar TV dan terkadang juga melirik ke arah paha serta payudaraku.
Terlihat ia berkali-kali menelan ludah dan nafasnya semakin terdengar
berat. Nafasku juga mulai memburu karena terangsang melihat adegan panas
tersebut. Birahiku juga semakin naik membayangkan yang tidak-tidak.
“Land, kamu ngapain aja sih kalo lagi pacaran sama Dewi?” tanyaku memancing Herland.
“Emmm… Biasa aja kok Teh… Pegangan tangan, pelukan… Paling jauh juga ciuman doang…” jawab Herland polos.
“Oh gitu yah? Terus Herland udah pernah ngelakuin kayak di film ini
belum?” pancingku lebih jauh lagi karena aku sudah tidak tahan lagi
untuk melampiaskan rangsangan di dalam tubuh.
“Eh, Te-teteh kok nanya-nanya kayak gitu sih?” jawab Herland yang
sepertinya benar-benar belum mengerti tujuan dari pertanyaanku barusan.
Namun aku dapat memperhatikan wajah Herland yang tersipu malu karena
mendengar pertanyaanku. Apalagi saat itu matanya sedang mencuri pandang
ke arah puting payudaraku yang tercetak pada kaosku. Tentu saja aku
semakin memanaskan aksiku. Dengan sengaja kakiku kubuka lebih lebar.
“Herland nggak usah takut… Teteh bisa jaga rahasia kok…” tanyaku yang semakin penasaran.
“Be-belum kok Teh…! Sumpah deh…!” jawabnya dengan nafas tersendat.
“Tapi kamu pasti udah sering nonton Film kayak gini kan?” lanjutku sambil menunjuk ke arah TV.
“Lumayan sering sih Teh. Tapi palingan Herland nontonnya rame-rame sama temen…” kata Herland terus terang.
“Ooh gitu…” aku hanya menjawab sekedarnya.
Aku yang merasa belum dapat memancing Herland kemudian memegangi pundak
dan leherku sendiri lalu memijat-mijat pelan. Sebenarnya badanku memang
terasa pegal setelah membereskan hampir seluruh bagian rumah.
“Kenapa Teh?” tanya Herland yang ternyata masih memperhatikanku.
“Tau nih Land… Badan Teteh pegel-pegel abis ngebersihin rumah…” jawabku menerangkan.
“Ooooh… Sini biar Herland aja yang mijetin Teteh… Dewi aja sampe
ketagihan sama pijetan Herland…” kata Herland mempromosikan dirinya.
“Beneran nih? Teteh mau nyoba juga dong pijetannya Herland…” pintaku.
Kemudian Herland menyuruhku mengambil posisi membelakangi dirinya. Dia
mulai melakukan pijatan terhadapku yang diawali dari bagian leher.
Beberapa saat kemudian tangannya mulai turun ke bagian pundak.
“Waaaah… Pijetan Herland enak banget…” di dalam hati aku mengakui kalau
pijatannya memang dapat mengendurkan ketegangan otot pada leher dan
pundakku.
Sambil terus memijat Herland bertanya kepadaku mengenai banyak hal, mulai dari pekerjaan, keluarga hingga masalah percintaan.
“Land… Menurut kamu Teteh tuh cantik nggak sih?” aku balik bertanya
kepada Herland di saat dia sudah kehabisan pertanyaan tentang diriku.
“I-iya… Teteh cantik kok…! Cantik banget malah…” timpal Herland.
“Makasih ya Land buat pujiannya…” kataku sambil membalikkan badan lalu mengecup pelan pipinya.
Merasa terus dipancing seperti itu, Herland memberanikan diri untuk
membalas kecupanku barusan dengan ciuman lembut yang bermula dari
pipiku. Setelah yakin tidak ada penolakan dariku, dia melanjutkan dengan
menjilat telingaku yang membuat aku kegelian dan nafsuku semakin naik
saja.
“Ooooh… Mmmmm…” desahku pelan.
Aku cukup kaget ketika bagian perut sampingku yang masih tertutup baju
mulai dibuka sedikit demi sedikit kemudian dibelai oleh telapak
tangannya. Terasa benar bahwa telapak tangan Herland basah oleh keringat
karena gugup. Dia terus membelai-belai bagian tersebut seraya
perlahan-lahan mulai naik untuk mengusap pergelangan tanganku. Aku hanya
pasrah saja ketika Herland memberanikan diri melingkarkan tangannya
pada bahuku. Namun tampaknya dia belum berani untuk menatap mataku.
Sambil terus memeluk bahuku, tangan kanannya mulai berani
memegang-megang payudaraku.
“Enak ya Teh diginiin?” tanya Herland disela-sela permainan tangannya.
“Uuuuuhhh… Eemmmmhh…” aku hanya dapat mendesah sambil memejamkan kedua mataku.
Sambil memegang payudaraku, dengan ganas Herland mulai menciumi bibir
dan leherku. Akupun dengan tak kalah ganasnya membalas ciumannya.
Keganasan kami berdua membuat suasana ruangan ini yang tadinya hening,
menjadi riuh oleh suara-suara kecupan dan rintihan-rintihan erotis.
Setelah beberapa menit kami berciuman, aku yang sudah terangsang berat
berniat untuk melanjutkan ke bagian yang lebih jauh lagi.
“Land… Bentar yah… Teteh buka baju dulu…” kataku menghentikan pegangannya.
Herland hanya mengangguk mendengar kata-kataku. Tentu saja dia pasti
sudah tidak sabar untuk melihat payudaraku yang tanpa terbungkus apa-apa
lagi.
“Land, payudara Teteh bagus nggak?” ketika aku sudah mencopot kaos ketatku sehingga payudaraku terpampang jelas di hadapannya.
“Ba-baaagus Teh…!” jawabnya dengan terbata-bata.
Kedua mata Herland tampak melotot seakan ingin melompat dari tempatnya
menyaksikan bagian atas tubuhku yang menggoda. Hal itu malah membuat aku
semakin terangsang dan melanjutkan perbuatanku. Herland tampaknya sudah
tidak tahan lagi. Ia langsung melumat bibirku sambil meraba-raba
payudaraku yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi.
Aku memejamkan mata meresapinya, Herland semakin ganas menciumiku
ditambah lagi tangannya berusaha memainkan vaginaku dari luar. Sembari
melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha masuk ke dalam mulutku, dan
ketika berhasil lidahnya bergerak bebas menjilati lidahku.
Kami berdua terlibat percumbuan panas selama beberapa saat, lidah kami
saling belit dan jilat, ludah saling bertukar. Mulut Herland mulai
menciumi daerah pundak dan leherku, rambutku dinaikkan ke atas oleh
Herland sehingga memudahkannya untuk mencupangi leherku. Aku mengerang
sejadi-jadinya, kadang eranganku tersendat saat diselingi ciuman.
Sambil memejamkan mata aku mencoba untuk mengikuti arus permainan.
Dengan kuluman lidah Herland yang agresif, ditambah remasan-remasan
telapak tangannya pada kedua payudaraku, birahiku pun dengan cepat naik.
Saat ini aku hanya bisa pasrah saja tubuhku dipegang dan digerayangi
oleh Herland. Tubuh bugilku menjadi objek bulan-bulanan mulut serta
kedua tangannya.
“Aaaaahh… Herlaaaaaaand… Aaaahhhhhhh…” aku mendesah panjang merasakan nikmat yang melanda diriku.
Sementara di bawah sana kurasakan tangan Herland sedang merabai pahaku yang mulus.
“Paha Teteh mulus banget! Bikin Herland tambah napsu aja…” sahut Herland sambil tangannya merayap naik lagi ke selangkanganku.
Ketika Herland sedang asyik-asyiknya menikmati rabaannya pada selangkanganku aku berkata “Land, berhenti dulu dong…”
“Kenapa Teh? Sakit yah…?” tanya Herland dengan wajah penasaran.
“Nggak kenapa-kenapa kok Land. Teteh cuma pengen liat Herland telanjang
juga…” pintaku kepada Herland tanpa ada perasaan malu lagi.
Herland terlihat salah tingkah mendengar permintaanku. Karena sudah
dikuasai hawa nafsu, dengan tidak sabar aku membantu Herland untuk
mencopot seluruh pakaiannya hingga dia telanjang. Aku semakin terangsang
melihat tubuh telanjang Herland dari dekat. Badannya walaupun agak
kurus tapi cukup berotot. Penisnya sudah mengacung tegak dan membuat
jantungku berdebar cepat. Entah mengapa, kalau dulu membayangkan bentuk
penis saja rasanya jijik, tapi ternyata sekarang malah membuat darahku
berdesir.
“Wah penis kamu udah tegang banget Land!” kataku.
“Abisnya Teteh bikin Herland napsu banget sih!” jawab Herland.
“Te-teteh mau se-sepongin kontol Herland nggak?” lanjutnya dengan nada gugup.
“Iiiiih… Taunya Herland bandel juga yah…” kataku dengan nada manja.
Karena sudah sangat terangsang, tanpa basa-basi lagi aku mulai mengocok,
menjilat lalu mengulum batang kemaluan Herland dengan semangat. Bau
penisnya yang cukup menyengat tidak aku perdulikan lagi karena aku sudah
dikuasai oleh hawa nafsu.
‘Sluuurp… Sluurp… Sluuuurp…’ terdengar suara hisapanku pada penis Herland yang benar-benar terasa nikmat sekali di mulutku.
“Teeeh…!! Aaaaaaaaah… Enaaakk bangeeet…!! Akhirnya kesampaian juga
Herland ngerasain disepong sama Teteh…” katanya sambil terus menikmati
hisapanku pada penisnya.
Mendengar kata-kata Herland barusan, aku semakin bernafsu menghisap
penisnya. Terkadang aku juga menjilat buah zakarnya sehingga Herland
mulai mendesah lebih keras. Kulihat ekspresinya meringis dan merem-melek
sewaktu penisnya kumain-mainkan di dalam mulutku. Kujilati memutar
kepala kemaluannya sehingga kini penisnya semakin keras dan membengkak.
“Eeehhmmmm… Nikmat banget penis kamu Land… Enak nggak diisepin Teteh?” tanyaku sambil memuji rasa penisnya.
“Aaaaahh… Ooooohh…. Eeennakk banget Teh! Teteh udah pengalaman yah?” ceracau Herland menikmati hisapanku.
Aku hanya melanjutkan hisapanku tanpa menghiraukan pertanyaan Herland.
Setelah beberapa menit merasakan hisapanku pada penisnya, Herland
akhirnya tak kuat lagi menahan nafsu. Didorongnya tubuhku hingga
terlentang di lantai, lalu aku diterkamnya dengan ciuman-ciuman
ganasnya. Tangannya tidak tinggal diam dan ikut bekerja dengan
meremas-remas kedua buah dadaku.
“Aaaahh… Mmmmmmh.. Uuuuuuh.. E-enak Laaand…” desahku menikmati permainan Herland pada payudaraku.
Aku benar-benar merasakan sensasi luar biasa. Sesaat kemudian mulutnya
menjilati kedua putingku sambil sesekali diisap dengan kuat.
“Uuwh… Nikmaaaat bangeett… Aaah…!” desahanku semakin kencang.
Aku menggelinjang, tapi tanganku justru semakin menekan kepalanya agar
lebih kuat lagi menghisap putingku. Kemudian lidahnya turun ke arah
vaginaku. Tangannya menarik celana pendek beserta celana dalamku lalu
melemparkannya ke sofa. Mata Herland seperti mau keluar melihat vaginaku
yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi.
“Vagina Teteh bagus nggak bentuknya Land..?” tanyaku kepada Herland.
“Bagus banget Teh!! Herland suka banget sama bentuk memek Teteh yang masih rapet…” jawab Herland lancar.
Sekarang tangannya bergerak menyelinap diantara kedua pangkal pahaku.
Lalu dengan lembut Herland membelai permukaan vaginaku. Sementara tangan
yang satunya mulai naik ke payudaraku, darahku semakin berdesir ketika
telapak tangannya meremas-remas dadaku.
“Ssssshhhh…” aku agak gemetar ketika jarinya mulai menekan bagian tengah kemaluanku.
Jari tengah dan telunjuknya menyeruak dan mengorek-ngorek vaginaku, aku
meringis ketika merasakan jari-jari itu bergerak semakin cepat
mempermainkan nafsuku. Sementara selangkanganku makin basah oleh
permainan jarinya, jari-jari itu menusuk makin cepat dan dalam saja.
Hingga suatu saat birahiku sudah mulai naik, mengucurlah cairan
pra-orgasmeku. Aku mengatupkan pahaku menahan rasa geli sekaligus nikmat
di bawahku sehingga tangan Herland terhimpit diantara kedua paha
mulusku.
“Eemmhh… Enaaaakk…” aku terus mendesah sehingga semakin membangkitkan nafsu Herland.
Setelah dia cabut tangannya dari kemaluanku, nampak jari-jarinya sudah
belepotan oleh cairan bening yang berasal dari vaginaku. Dia jilati
cairanku di jarinya itu tanpa rasa jijik. Kemudian dia masukkan lagi
tangannya ke vaginaku, kali ini dia juga mengelus-ngelus daerah itu
seperti sedang mengelapnya.
Setelah puas memainkan jari-jarinya di vaginaku, kurasakan Herland mulai
menjilati kedua pahaku yang mulus dan merangsang, jilatannya
perlahan-lahan mulai menjalar menuju ke tengah. Kemudian Herland membuka
vaginaku lebar-lebar sehingga klitorisku menonjol keluar, aku hanya
dapat bergetar saat kurasakan lidahnya menyusup ke pangkal pahaku lalu
menyentuh bibir vaginaku. Bukan hanya bibir vaginaku yang dijilatinya,
tapi lidahnya juga masuk ke liang vaginaku, rasanya sungguh nikmat,
geli-geli enak seperti mau pipis.
“Aaaaahh Herlaaannnd!! Uuuuuhh… Eeeenaaaak… Teruuuus… Aaaaaahhh!” jeritku menikmati jilatan Herland.
Herland terus menjilatinya dengan rakus sambil sesekali menggigit kecil
klitorisku atau terkadang dihisapnya dengan kuat. Bagian itu dijilatinya
dengan ujung lidahnya sehingga aku pun tidak bisa menahan eranganku.
Sambil terus menjilat, Herland juga mengelusi bongkahan pantat dan paha
mulusku yang mempercepat naiknya libidoku.
“Aaaahhh… Terus Land… Nikmaaaat bangeeeet…” aku mendesah kencang yang membuat Herland semakin bernafsu.
Aku terus mendesah sambil gemetaran. Lidah Herland terus menjilati
selangkanganku. Herland menggigit pelan klitorisku dan mulutnya
melakukan gerakan mengisap. Sekarang vaginaku sudah terasa semakin
basah. Mungkin karena vaginaku mengeluarkan aroma yang enak dan cairan
yang manis sehingga membuat Herland sangat menikmatinya.
“Sluuurp… Sluuurp… Cairan memeeek Teteh guriih bangeeet…! Mmmmmh…
Sluuurrrpp…” katanya disela-sela menjilati vaginaku yang sudah sangat
basah.
Karena sangat menikmati jilatan Herland, aku meremas rambutnya lalu
kedua paha mulusku mengapit erat kepalanya seolah tidak ingin terlepas.
Lidah itu bergerak semakin liar menyapu dinding-dinding kemaluanku.
Namun yang paling nikmat adalah ketika ujung lidahnya beradu dengan
klitorisku. Butir-butir keringat mulai mengalir deras pada sekujur
tubuhku.
“Aaaaaaahh…!! Teteh suka banget dijilatin sama Herland…! Enaaaak bangeeeet…!” aku terus mengerang.
Herland terus menjilati vaginaku sampai akhirnya aku nggak tahan lagi.
Tidak sampai lima menit, tubuhku mulai mengejang, rasa nikmat itu
menjalar dari vagina ke seluruh tubuhku.
“Land… Kayaknya Te-Teteh udah mau keluaaaar nih…” kataku kepada Herland yang semakin bernafsu saja menjilati vaginaku.
“Aaaaaaaaaahh… Teeteeehhh keluaaar Laannndd….!!” aku menjerit panjang merasakan nikmat yang amat sangat pada seluruh tubuhku.
Aku merasakan cairan kewanitaanku tumpah semua. Tampaknya aku mencapai
orgasme yang pertama akibat permainan jari ditambah dengan
jilatan-jilatan lidah Herland pada vaginaku.
“Ehhhmmm… Enaak Teh…!! Sluuuurrpp… Sluuurrpp… Gurih banget rasanya!” ceracau Herland dari bawah sana.
Dengan rakusnya Herland menyeruput cairan bening yang masih hangat itu.
Aliran orgasmeku diseruputnya dengan bernafsu. Aku mendesis dan meremas
rambutnya sebagai respon atas tindakannya. Vaginaku terus dihisapinya
selama kurang lebih 3 menit. Sensasi itu berlangsung terus sampai
kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah kemudian Herland
melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan
cintaku.
“Haaaaah… Haaaaah… He-herland jago banget sih bisa bikin keluar
Teteeeh…” dengan nafas masih terengah-engah aku memuji permainan Herland
barusan.
“Enak yah Teh memeknya diisepin Herland kayak tadi?” tanya Herland.
Pertanyaan Herland kali ini hanya aku jawab dengan anggukan pelan. Tak
disangka Herland yang mengaku baru pertama kali melakukan hal seperti
tadi telah mampu membuat aku mencapai orgasme.
“Sekarang giliran Teteh bikin Herland keluar yah…” pintanya karena merasa belum terpuaskan olehku.
“Emangnya Herland mau diapain lagi sama Teteh?” tanyaku yang sebenarnya masih lemas karena baru saja mencapai orgasme.
“Sepongin kontol Herland lagi dong! Abisnya sepongan Teteh tadi bikin Herland ketagihan sih!” jawab Herland.
Lalu Herland mengambil posisi duduk di sofa sambil kembali memamerkan
penis miliknya yang sekarang sudah sangat tegang. Aku bersimpuh
dihadapannya dengan lututku sebagai tumpuan. Kuraih penis itu, pertama
kukocok dengan lembut kemudian semakin cepat lalu pelan lagi. Hal itu
tentunya semakin memainkan nafsu birahi Herland.
“Aaaaaaah… Teteeeeh…!! E-enaaak bangeeeet…” Herland mendesah kencang.
Setelah puas mengocok-ngocok penisnya, aku mulai menjilati batangnya
dengan pelan. Mungkin karena Herland sudah dikuasai hawa nafsu, dengan
setengah memaksa dia mengarahkan batang penisnya ke mulutku yang dan
kemudian menjejali penisnya ke mulutku. Aku yang tak punya pilihan lain
langsung memasukkan penis itu ke mulutku. Kusambut batangnya dengan
kuluman dan jilatanku, aku merasakan aroma khas pada benda itu, lidahku
terus menjelajah ke kepala penisnya. Lalu kupakai ujung lidahku untuk
menyeruput lubang kencingnya.
“Sluurpp… Sluuuurp… Mmmmmh..” desahku sambil menikmati setiap jengkal penisnya.
“Aaaaahhh teruuus Teh…! Teteeeeh…!! Aaaaahh…” Herland terus mendesah sambil meremas-remas rambutku.
Aku semakin bernafsu mengulum, menjilati dan mengocok penis miliknya.
Kusedot dengan kuat penis hitam itu. Kubuat pemiliknya mendesah-desah,
aku juga memakai lidahku untuk menyapu batangnya. Aku dapat melihat
ekspresi kenikmatan pada wajah Herland akibat teknik oralku.
“Enak nggak Land? Hmmmmm…” tanyaku sambil mengangkat kepala dari penis Herland dan menatapnya dengan senyum manisku.
“Enaaak bangeeeet Teeeh…” kata Herland yang tampak semakin menikmati hisapanku.
Aku melanjutkan hisapanku yang membuat Herland mulai mengerang-erang
keenakan, tangannya meremas-remas rambutku dan kedua payudaraku.
“Enak banget deh rasa penis kamu Land…” kataku sambil terus menghisap penis Herland.
Aku memasukkan mulutku lebih dalam lagi sampai kepala penisnya menyentuh
langit-langit tenggorokanku. Setelah beberapa lama kuhisap, benda itu
mulai berdenyut-denyut. Aku semakin gencar memaju-mundurkan kepalaku
mengemut benda itu. Herland semakin merintih keenakan dibuatnya, tanpa
disadarinya pinggulnya juga bergerak maju-mundur di mulutku.
“Ooooooh… Terus Teehh… Herland udah mauuu keluaaaar…!!” Herland mendesah semakin kuat.
Karena Herland sudah hampir keluar, aku melepaskan hisapanku pada
penisnya dan mulai mengocoknya dengan tangan kananku. Aku semakin
bersemangat memainkan penis miliknya yang kepalanya sekarang berwarna
lebih kehitaman. Semakin lama aku semakin cepat mengocoknya.
“Aaaaaaaaahh… Herland keluaaaarrr Teeeh..!!” Herland berteriak kencang.
‘Croooot… Croooot…’ tidak lama kemudian penisnya menyemburkan cairan
putih pekat, kental dan berbau khas yang jumlahnya banyak sekali
sehingga membasahi bagian wajah, payudara hingga hampir seluruh perutku.
“Eeehhmmm… Sluuurp… Sluuurp…” dengan sigap aku menjilat dan mengulum
sperma Herland yang masih menempel di penisnya seperti sedang menikmati
es krim.
Kemudian aku meneruskan untuk mengusap serta menjilati semua cairan
sperma Herland yang berceceran pada wajah dan tubuhku lalu kutelan
hingga tak tersisa. Lalu aku kembali menghisap penis Herland supaya sisa
sperma yang masih menempel dapat kubersihkan. Setelah aku yakin
spermanya sudah benar-benar habis, aku melepaskan hisapan pada penisnya,
kemudian benda itu terlihat mulai menyusut perlahan-lahan.
“Nikmat banget sperma kamu Land…” bisikku mesra seraya menjilat sisa-sisa spermanya yang masih menempel pada bibirku.
“Obat awet muda ya Teh…?” kata Herland bercanda.
“Iya dong! Makanya Teteh tetep awet muda kan?” aku ikut membalas candanya.
Walaupun sudah sempat mencapai orgasme, namun ternyata birahiku belum
juga padam. Aku berpikiran untuk melanjutkan permainan kami ke tahap
selanjutnya.
“Land… Ayo sekarang masukin penis Herland ke vagina Teteh! Udah nggak tahan nih…” perintahku yang masih dikuasai hawa nafsu.
Tanpa pikir panjang lagi, Herland lalu mengambil posisi duduk, kemudian
diacungkan penisnya dengan ke arah lubang vaginaku. Semula Herland
merasa canggung, namun seiring dengan nafsu birahi yang mulai bangkit
kembali, perlahan-lahan ia membelit dan mendekap tubuhku. Aku
mengangkangkan kakiku lebar-lebar siap menerima serangan penisnya.
Pelan-pelan dimasukkannya batang penisnya itu ke dalam vaginaku.
“Uuuuuhh… Emmhhh…!” desisku saat penis yang sudah dalam keadaan keras lagi itu membelah bibir kemaluanku.
“Aaaauw… Pelan-pelan dong Land… Aaaaakh…” desahku sedikit kesakitan.
Walaupun sudah tidak perawan lagi, tapi vaginaku masih sempit. Mungkin juga karena penis Herland termasuk besar ukurannya.
“Aaahh… Enaaak Land…” desahku yang semakin merasakan nikmat.
Herland tampak merem-melek menahan nikmat. Tentu saja karena Herland
baru pertama kali melakukan ini. Lalu dengan satu sentakan kuat penisnya
berhasil menancapkan diri di lubang kenikmatanku sampai menyentuh
dasarnya.
“Aaaahh… Nikmaat bangeett Laaand….” teriakku.
Aku melonjakkan pantatku karena merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Kurasakan cairan hangat vaginaku mulai mengalir di pahaku. Aku tidak
memikirkan lagi bahwa status Herland adalah mantan pacar adikku sendiri.
Sudah kepalang tanggung pikirku, yang pasti saat ini aku ingin
merasakan nikmatnya bersetubuh hingga orgasme dengan Herland. Sesaat
kemudian Herland memompa pantatnya maju mundur.
‘Bleeeep… Bleeep… Bleeeep…!’ dapat terdengar cukup kencang suara penisnya yang sedang keluar masuk di vaginaku.
Tubuhku menggelepar di bawah pompaan batang penis Herland. Tangan
mungilku berusaha menahan gerakan pinggul Herland, namun itu semua tidak
dapat menghentikan terjangan batang penisnya. Akhirnya aku hanya
menggantung kedua kakiku ke pinggang Herland.
“Aaaakh… Aaaakh… Nikmaaat bangeeet Laaaand…!” aku terus merintih nikmat.
Aku menjerit-jerit karena merasakan nikmat yang luar biasa saat itu.
Vaginaku yang sudah basah sekarang dimasuki dengan lancar oleh penis
Herland yang sangat tegang itu.
“Oooooh… Herlaaaaaand…!!” aku berteriak menikmati sodokan penisnya pada vaginaku.
Semakin keras aku merintih dan mendesah, semakin kuat pula Herland
menyodokkan batang penisnya. Tubuh mungilku terguncang hebat di bawah
tindihan tubuh Herland, keringat kami yang bercucuran menambah semangat
gelora birahi kami. Selagi bersetubuh, lidah kami berdua saling
berpagutan. Tangan Herland meremas-remas buah pantatku dan mengusapi
badanku yang basah kuyup oleh butiran keringat yang membanjir.
“Heer… laand… U-udaaah… Mauu… Keluaaar niiih Teeh… Mauu dii luaaar…
Apaaa di… daleeem?” tanya Herland tanpa mengurangi irama sodokannya.
“Terseraaahhhh…! Di daleeem juga… Eeengh… Eengh… Ng-nggak apa-apaaa…” jawabku sambil berusaha untuk mencapai orgasme kembali.
“Aaaaaaaaarrrrhhhh…!!” Herland akhirnya mengerang kencang ketika spermanya menyembur bagitu banyak di dalam rongga rahimku.
Badan Herland melengkung ke atas sambil wajahnya menunjukkan kepuasan
yang luar biasa hingga akhirnya melemas dan jatuh di pelukanku. Selama
beberapa saat Herland membiarkan tubuhnya tetap menindih tubuh mulusku
tanpa melepaskan penisnya dari vaginaku. Mungkin dia ingin merasakan
kenikmatan dari mantan calon kakak iparnya ini lebih lama lagi. Aku juga
dapat melihat senyum penuh kepuasan menghiasi wajahnya.
Setelah 10 menit kami terdiam di dalam posisi ini, Herland kemudian
mencabut penisnya lalu terduduk lemas menyender ke sofa. Akhirnya aku
pun ikut bangkit dari posisi tidur kemudian membaringkan kepalaku di
dada Herland yang cukup berisi.
“Teh… Sebenernya udah dari dulu Herland pengen banget ngentot sama Teteh…” katanya membuka percakapan.
“Maksud kamu Land? Kamu udah sering ngebayangin gituan sama Teteh waktu masih pacaran sama Dewi ya?” tanyaku dengan nada curiga.
“I-iyaa… Abisnya Herland udah kagum dari pertama kali kenal sama Teteh…
Herland ngeliat Teteh tuh dewasa… Beda banget sama Dewi yang masih kayak
anak kecil… Mana Teteh suka pake celana pendek pas lagi di rumah… Bikin
Herland jadi sering mikir yang nggak-nggak deh…” Herland menjelaskan
dengan panjang lebar.
Tentu saja penjelasan dari Herland tadi membuatku tersenyum geli.
“Maafin Herland ya Teh kalau kurang ajar… Biar gimana juga kan Teteh itu kakaknya Dewi…” kata Herland.
“Nggak apa-apa kok Land… Lagipula selama ini Teteh juga suka ngeliatin
Herland walaupun nggak punya pikiran senakal kamu… Hihihi…” aku berusaha
bercanda supaya Herland tidak terlalu merasa bersalah.
Kami berdua akhirnya tertawa lalu kembali tenggelam pada percakapan yang
akrab seperti sebelumnya. Sambil terus mengobrol tanganku meraih penis
Herland yang sudah melemas. Aku mengelusnya perlahan-lahan hingga
membuat penisnya kembali tegak berdiri.
“Aaaaaah Laaaand… Aaaaaahhhh…” aku tidak kuasa menahan desahan demi
desahan ketika tanpa basa-basi lagi Herland mulai meraba-raba tubuhku.
Tanganku terus meremas dan mengocok penis Herland sementara dia memainkan tangannya dengan lihai di payudaraku.
“Eeeeemmm… Laaand?” aku memanggil namanya di tengah desahan lembutku.
“Iyaaa Teh?” jawab Herland.
“Teteeeh pengeeen… Gituaaan lagiii… Mau nggak?” pintaku lebih dulu karena sudah tidak tahan lagi.
“Jelas mau dong Teh! Tapi… Eeeehhmm… Ta-tapi sekarang gantian Teteh yang
di atas yah… Soalnya Herland masih capek nih…” kata Herland ragu-ragu
karena takut permintaannya aku tolak.
“Hu-uh…! Dasar ABG…!” umpatku dalam hati namun tetap mengangguk tanda setuju.
Aku yang sudah tidak sabar lalu mendorong tubuh Herland hingga
terlentang. Kemudian aku naik ke atas tubuhnya yang terlihat pasrah,
lalu melebarkan kaki tepat di atas penisnya yang sudah dalam keadaan
sangat tegang itu. Dengan birahi yang memuncak kuarahkan batang penis
Herland untuk masuk ke dalam liang vaginaku.
‘Bless!!’ begitu penis Herland tertanam sempurna di dalam liang senggamaku.
Tanganku bertumpu pada dada Herland, lalu tubuhku mulai bergerak naik
turun secara perlahan. Aku mempergunakan seluruh kekuatan otot-otot
panggulku saat berputar dan bergoyang. Di saat naik, otot-otot bagian
dalam kewanitaanku mencengram dan menarik batang kemaluan Herland ke
atas. Lalu pinggulku berputar lambat. Saat itulah Herland merasakan
penisnya di peras-peras. Kemudian aku melepaskan kuncian vaginanya
sambil menyentak turun dengan cepat.
“Teeehhh… Aaaaaaaaaahhhh…!!” Herland mendesah nikmat.
Tangan Herland mengusap-ngusap pinggangku. Aku mengibaskan rambutku yang
basah oleh keringat ke arah belakang kemudian melanjutkan menaik
turunkan vaginaku dalam gerakan–gerakan yang erotis.
“Ooooooh… Herlaaaand…!!” aku menjerit keenakan.
Lalu dengan semangat aku menaik turunkan pantatku sambil sesekali aku
goyangkan pinggulku. Herland menusuk batang penisnya ke atas saat
belahan vaginaku merosot turun pada batang penisnya. Tubuhku
tersentak-sentak turun naik di atas batang penis Herland. Aku terus
menggoyang pinggulku dengan lebih liar lagi seperti sedang mengayak
batang penis Herland.
‘Cleppp… Bleppppp… Bleppppp… Clepppphhhh…’ terdengar suara berdecakan saat aku semakin aktif menaik turunkan vaginaku.
Saat vaginaku bergoyang ke kiri, Herland memutar batang penisnya ke arah
kanan, sedangkan saat vaginaku bergoyang ke kanan, Herland memutar
batang penisnya ke arah sebaliknya. Tangan Herland turut menambahkan
kenikmatan dengan mengelusi payudaraku bagian bawah sebelum
meremas-remas lembut kedua payudaraku sambil terus menyodokkan batang
penisnya ke atas hingga amblas sedalam-dalamnya ke dalam jepitan liang
vaginaku.
Herland menggelepar tak berdaya di bawah kendaliku. Tubuh Herland
melengkung saat puncak kenikmatan secara dahsyat menyengat kemaluannya.
“Ouuh… Memek Teteh eeenaaak bangeeeeet…! Kontol Herland kayak dipijeeet…” desahnya.
“Uhhh… Uuuh… Penis Herlaaand… Juga nikmaat…!” aku juga memuji keperkasaan penisnya.
Kedua tubuh kami sudah sangat basah oleh keringat. Karpet di ruangan ini
pun sudah basah oleh cairan sperma Herland maupun lendir yang meleleh
dari vaginaku. Namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami, kami
masih saling memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. Aku
menghujamkan vaginaku berkali-kali dengan irama sangat cepat. Aku merasa
semakin melayang. Bagaikan kesetanan aku menjerit-jerit seperti
kesurupan. Akhirnya setelah sekitar setengah jam kami bergumul, aku
merasa seluruh tubuhku bergetar hebat.
“Teeeh… Herland bentar lagi keluar nih…!” erangnya panjang sambil meringis.
Hal yang sama pula dirasakan olehku, aku tidak sanggup lagi menahan gelombang orgasme yang menerpaku demikian dahsyat.
“Aaaaaah… Teteeeh juga udah mau keluar Land…!! Kita keluar sama-sama
Land…!!” aku berteriak kencang karena sudah hampir mencapai orgasme.
“Oooohh… Teeteeehhh… Aaaaaahh…!!” Herland berteriak panjang.
Goyanganku semakin kupercepat dan pada saat yang bersamaan kami berdua
saling berciuman sambil berpelukan erat. Kemudian kami berdua mengerang
dengan keras sambil menikmati tercapainya orgasme pada saat yang hampir
bersamaan.
‘Creettt… Creettt… Cretttttt…’ aku dapat merasakan sperma Herland menyembur deras di dalam vaginaku.
Sedangkan vaginaku juga mengeluarkan cairan yang sangat banyak, tanda
aku sudah mencapai orgasme untuk yang kedua kalinya. Dari selangkanganku
meleleh cairan hasil persenggamaan kami.
Aku memeluk erat-erat tubuh Herland sampai dia merasa sesak karena aku
memeluknya dengan sangat kencang. Kami seakan sudah tidak peduli bila
tetangga sebelah rumahku akan mendengarkan jeritan-jeritan kami.
Kemudian Herland mencabut penisnya vaginaku hingga akhirnya kami berdua
hanya bisa tergeletak lemas di atas karpet dengan tubuh bugil
bermandikan keringat.
“Aaaaahh… Herlaaand… Kamu hebaaat banget Land…!” pujiku sembari mengistirahatkan tubuh yang sudah lemas ini.
“Teteh juga hebaaat… Herland baru pernah ngerasain nikmat kayak gini…”
jawab Herland sambil mengecup keningku dengan mesra kemudian
membelai-belai lembut rambutku layaknya sepasang kekasih.
“Land, kalo Herland mau kayak tadi lagi tinggal SMS Teteh ya…” kataku.
“Pasti dong Teh…!” jawab Herland yakin.
“Tapi hati-hati jangan sampe rahasia kita berdua ketahuan orang lain apalagi Dewi…” pintaku pada Herland.
“Sip deh pokoknya Teh!! Herland janji…” jawabnya menyanggupi permintaanku.
Setelah merasa kuat untuk bangun, kami berdua beranjak ke kamar mandi
untuk membersihkan diri dari sperma, keringat dan liur. Tapi di kamar
mandi kami tidak melakukan persetubuhan lagi, melainkan hanya berciuman
mesra saja, karena kami takut tiba-tiba Dewi atau keluargaku yang lain
akan segera pulang. Siraman air pada tubuhku benar-benar menyegarkan
kembali pikiran dan tenagaku setelah hampir seharian penuh bermain
dengan Herland.
Kami berdua pun membersihkan ruang di sekitar medan pertempuran dengan
menyemprot pengharum ruangan untuk menutupi aroma bekas persenggamaan.
Setelah selesai, kami pun sedikit berbincang mengenai kejadian tadi. Aku
yang sempat ragu apa benar Herland belum pernah bersetubuh karena dia
sudah terlihat ahli, bertanya lagi kepadanya. Ternyata dari
pengakuannya, memang Herland belum pernah melakukan persetubuhan dengan
siapapun, termasuk Dewi. Herland melakukan ini hanya berdasarkan yang
dia lihat melalui DVD ataupun internet saja.
Di dalam pikiranku, aku juga merasa bersalah sekaligus kasihan kepada
Dewi yang belum sempat merasakan nikmatnya penis Herland. Tentu saja
kehilangan keperjakaan dengan kakak mantan pacarnya pasti adalah
pengalaman yang sangat mengesankan bagi Herland. Dia berharap kami dapat
melakukannya lagi di lain waktu. Begitu juga dengan aku yang ingin
menikmati penis Herland lebih sering lagi.
- Tamat -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar